Jumat, 27 November 2015

Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kemiskinan

    




        Judul ini memberi petunjuk tentang adanya sesuatu yang inheren, mungkin permasalahannya ialah adanya kontinuitas dan perubahan, harmoni atau disharmoni. Tidak mustahil ketiga masalah ini akan melihat masa lampau atau masa depan yang penuh dengan ketidakpastian dan dapat melibatkan perdebatan semantika.
       
        Keperluan sekarang adalah pengetahuan ilmiah yang harus ditingkatkan karena pengetahuan, perbuatan, ilmu dan etika makin saling bertautan. Semuanya itu memperlihatkan suatu perpaduan dari pertimbangan moral ilmiah. Dalam hal ini dipertanyakan bagaimna mengkaji kemampuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan guna memanfaatkan sumber daya alam, dan bagaimana memanfaatkan sumber daya untuk membasmi kemiskinan.
        Teknologi dalam penerapannya sebagai jalur utama yang dapat menyongsong masa depan cerah, kepercayaannya sudah mendalam. Ini merupakan sikap yang wajar asalkan tetap dalam konteks penglihatan yang rasional. Sebab teknologi selain mempermudah kehidupan manusia, mempunyai dampak sosial yang sering lebih penting artinya daripada kehebatan teknologi itu sendiri.
       Menurut Schumacher, dalam Kecil itu Indah, dunia modern yang dibentuk oleh teknologi menghadapai tiga krisis sekaligus yaitu:
1.      Sifat kemanusiaan berontah terhadap pola-pola  politik, organisasi dan teknologi
yang tidak berperikemanusiaan, yang terasa menyesakkan nafas dan melemahkan badan.
2.      Lingkungan hidup menderita dan menunjukkan tanda-tanda setengah binasa.
3.      Penggunaan sumber daya yang tidak dapat dipulihkan sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya alam tersebut seperti bahan bakar fosil.
         Oleh sebab itu dipertanyakan bagaimana peranan teknologi dalam usaha mengatasi kemiskinan dan membatasi alternatif pemecahan masalah serta mempengaruhi hasilnya.
Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan merupakan bagian-bagian yang tidak dapat dibebaskan dan dipisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi, interelasi, interdepedensi dan ramifikasi (percabangannya) dan membuatnya operasional dalam rangka social engineering-nya.

I.         Ilmu Pengetahuan
        Ada keseragaman pendapat di kalangan ilmuwan bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif.
Menurut Aristoteles: pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi; menurut Decartes: ilmu pengetahuan merupakan serba budi; Bacon dan David Home: ilmu pengetahuan merupakan pengalaman indera dan batin; Immanuel Kent: Pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan menurut teori Phyroo: mengatakan tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
          Dari berbagai macam pandangan diatas diperoleh teori-teori kebenaran pengetahuan:
1.    Teori yang bertitik tolah adanya hubungan dalil à teori ini menjelaskan dimana pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil yang terdahulu.
2.    Pengetahuan benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan.
3.    Pengetahuan benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai pengetahuan itu.
        Banyaknya teori dan pendapat tentang pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu pengetahuan mengalami kesulitan, walaupun dikalangan ilmuwan sudah ada keseragaman pendapat, namun masih terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan Pleonasme/mubazir saja. Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi
a.  Objek Material
Sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh
b.  Objek Formal
Sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian
Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan yang dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berfikir analitis, sintesis, induktif, dan deduktif yang berujuk pada pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencarai berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
        Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah yaitu:
1.      Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif.
2.      Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
3.      Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4.      Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya. Ilmu pengetahuan itu sendiri mencakup ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, dan sebagai apa yang disebut generic meliput segala usaha penelitian dasar dan terapan serta pengembangannya. Penelitian dasar bertujuan utama menambah pengetahuan ilmiah, sedangkan penelitian terapan adalah untuk menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah. Pengembangan diartikan sebagai penggunaan sistematis dari pengetahuan yang diperoleh penelitian untuk keperluan produksi bahan2, cipta rencana sistem metode atau proses yang berguna, tetapi yang tidak mencakup produksi atau engineeringnya (Bachtiar Rifai, 1975)
Dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut, perlu diperhatikan hambatan sosialnya. Bagaimna konteksnya dengan teknologi dan kemungkinan untuk mewujudkan suatu perpaduan dan pertimbangan moral dan ilmiah. Contoh sederhana tapi mendalam terjadi pada masyarakat mitis. Dalam masyarakat tersebut ada kesatuan dari pengetahuan dan perbuatan, demikian pula hubungan sosial di dalam suku dan kewajiban setiap individu jelas. Argumen ontologis, kalau menurut teori Plato, artinya berteori tentang wujud atau hakikat yang ada. Keadaannya sekarang sudah berkembang sehingga manusia sudah mampu membedakan antara ilmu pengetahuan dengan etika dalam suatu sikap yang dapat dipertanggungjawabkan.
       

Senin, 09 November 2015

Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan


I. Masyarakat Perkotaan Serta Aspek-aspek Positif dan Negatif

A. Pengertian masyarakat
• Masyarakat dalam arti luas merupakan keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya.
• Masyarakat dalam arti sempit yaitu sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu misalnya teritorial, bangsa, golongan dsb.
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat harus mempunyai syarat- syarat seperti :
– Harus ada pengumpulan manusia
– Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu
– Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam :
1. Masyarakat paksaan : negara, tawanan
2. Masyarakat merdeka :
– masyarakat natur, masyarakat yang terjadi dengan sendirinya seperti gerombolan (horde), suku (stam) yang bertalian karena hubungan darah.
– masyarakat kultur, masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, contoh koperasi, kongsi perekonomian, gereja dsb.

B. Masyarakat perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga sebagai urban community, pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupan seta ciri-ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
1. Kehidupan keagaamaan kurang apabila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di pedesaan
2. Pada umumnya orang kota mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Kehidupan keluarga dikota sukar untuk disatukan karena perbedaan kepentingan, agama, paham politik dsb.
3. Pembagian kerja dalam masyarakat kota jauh lebih tegas dan mempunyai batas-batas nyata.
4. Kemungkinan mendapatkan pekerjaan lebih banyak diperoleh.
5. Jalan pikiran yang rasional, menyebabkan interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota menyebabkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota.
7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata sebab kota lebih terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

Tulisan 3

Analisis PR Bukalapak.com Public Relations  di sini berperan penting sebagai mediator. Bukalapak.com memposisikan seorang  Public...