Selasa, 10 Mei 2016

Makalah Kebudayaan Ilmu Budaya Dasar

Kebudayaan 
Bau Nyale - NTB

Disusun Oleh:
Nama: Fari Andriyanto
NPM: 12115517
Kelas:1KA08
Mata Kuliah: Ilmu Budaya Dasar
Dosen: Sulistining Trimulyani

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
JURUSAN SISTEM INFORMASI
TAHUN 2015/2016


 i
Kata Pengantar


          Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penyusun bisa menyusun dan menyajikan Makalah Ilmu Budaya Dasar ini yang berisi tentang kebudayaan Bau Nyale yang berasal dari NTB . Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
          Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah Budaya Sosial Dasar ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
         Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan Makalah Budaya Sosial Dasar ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.



ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
   1.1. LATAR BELAKANG....................................................................... 1
   1.2. RUMUSAN MASALAH..................................... ............................... 1
   1.3. TUJUAN PENULISAN..................................... ............................... 1
BAB II : PEMBAHASAN 
   2.1. Cerita Legenda......................................................................... 2
   2.2. Pembahasan Cerita.................................................................... 3
   2.3. Hubungan Manusia dan Budaya....................................................... 4
 BAB III: PENUTUP
   3.1. KESIMPULAN............................................................................. 5
   DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 7



BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

       Kabupaten Lombok Tengah adalah salah satu daerah Tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Di daerah ini terdapat sebuah kawasan wisata pantai yang sangat menarik dan ramai dikunjungi oleh para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kawasan tersebut adalah Pantai Seger Kuta, terletak di bagian Selatan pulau Lombok, kira-kira 65 kilometer dari kota Mataram. Keindahan pantai ini membuat para wisatawan menjadi kagum menyaksikan panorama alamnya. Airnya yang jernih dan tenang menjadikan pantai ini sangat ideal untuk berenang.
          Selain keindahan alamnya, Pantai Seger Kuta juga memiliki daya tarik lain yang tidak kalah eksotisnya bagi para wisatawan. Setiap setahun sekali, yaitu antara bulan Februari dan Maret, di tempat ini diselenggarakan sebuah pesta atau upacara yang dikenal dengan Bau Nyale. Kata bau berasal dari bahasa Sasak yang berarti menangkap, sedangkan kata nyale berarti sejenis cacing laut yang hidup di lubang-lubang batu karang di bawah permukaan laut.
        Pesta Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi suku Sasak, suku asli pulau Lombok. Keberadaan pesta Bau Nyale ini berkaitan erat dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah Lombok Tengah bagian Selatan, tepatnya pada masyarakat Pujut, sebuah kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Lombok Tengah. Cerita tersebut mengisahkan tentang seorang putri yang sangat arif dan bijaksana, namanya Putri Mandalika. Ia adalah putri dari seorang Raja yang pernah memerintah di negeri Lombok. Wajahnya yang elok, tubuhnya yang ramping dan perangainya yang baik, membuat para pangeran dari berbagai negeri berkeinginan untuk memperistrinya. Setiap pangeran yang datang melamarnya, tidak ada yang ditolaknya. Namun, antara pangeran yang satu dan pangeran yang lainnya tidak menerima jika sang Putri yang cantik jelita itu diperistri oleh banyak pangeran. Hal inilah yang akan menimbulkan terjadinya perang antara pangeran yang satu dengan pangeran yang lainnya. Hal ini pulalah yang membuat Putri Mandalika merasa gelisah. Ia selalu termenung memikirkan bagaimana cara agar pertumpahan darah tidak terjadi.

1.2 Rumusan Masalah
B.       
               Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penyusun merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
          1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?
          2. Apa saja kebudayaan yang Indonesia yang diambil?
          3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan?
            
     1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulis membuat makalah tentang kebudayaan di Indonesia  adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas yang di berikan di mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar. Selain itu tujuan penulisan makalah ini di harapkan dapat menambah wawasan pembaca dan agar masyarakat mau melestarikan seni dan kebudayaan di Indonesia yang telah di warisi leluhur kita terdahulu kelak dikemudian hari.

BAB II
PEMBAHASAN



2.1 Cerita Legenda

Alkisah, pada zaman dahulu kala, di pantai Selatan Pulau Lombok, berdiri sebuah kerajaan yang bernama Tunjung Bitu.[1] Kerajaan tersebut diperintah oleh seorang Raja yang bernama Raja Tonjang Beru dengan permaisurinya, Dewi Seranting. Tonjang Beru adalah seorang raja yang arif dan bijaksana. Seluruh rakyatnya hidup makmur, aman dan sentosa. Mereka sangat bangga mempunyai raja yang arif dan bijaksana itu. Raja Tonjang Beru memiliki seorang Putri yang cantik jelita, cerdas dan bijaksana, namanya Putri Mandalika. Di samping cantik dan cerdas, Putri Mandalika juga terkenal ramah dan sopan. Tutur bahasanya sangat lembut. Seluruh rakyat negeri sangat sayang terhadap sang Putri.
Kecantikan dan keelokan perangai Putri Mandalika sudah tersohor ke berbagai negeri, bahkan sampai ke negeri seberang. Para pangeran dari berbagai kerajaan juga telah mendengar berita tersebut. Setiap pangeran yang melihat kecantikan dan keanggunan sang Putri menjadi mabuk kepayang. Seakan telah terjadwalkan, para pangeran tersebut datang secara bergantian untuk melamar sang Putri.
Suatu keanehan pada diri Putri Mandalika. Setiap pangeran yang datang melamarnya, tak satu pun yang ia tolak. Namun, para pangeran tersebut tidak menerima jika sang Putri diperistri oleh banyak pangeran. Maka mereka pun bersepakat untuk mengadu keberuntungan melalui peperangan. Siapa yang menang dalam peperangan itu, maka dialah yang berhak memperistri sang Putri.
Suatu hari, berita tentang akan terjadinya peperangan antara beberapa kerajaan sampai pula ke telinga Raja Tonjang Beru. Sang Raja segera memanggil putrinya untuk membicarakan masalah tersebut. “Wahai, Putriku! Ayahanda mendengar bahwa di negeri ini akan terjadi malapetaka besar. Seluruh pangeran yang pernah datang melamarmu akan mengadakan perang. Mereka bersepakat, siapa yang menang dalam perang itu, dialah yang akan menjadi suamimu,” kata sang Raja kepada putrinya.
 “Putri sudah mendengar berita itu, Ayahanda,” jawab sang Putri dengan tenang. “Lalu, apa yang akan kita lakukan agar pertumpahan darah itu tidak terjadi?” tanya sang Raja khawatir. “Maafkan Putri, Ayahanda! Ini semua salah Putri, karena telah menerima semua lamaran mereka. Jika Ayahanda berkenan, izinkanlah Putri yang menyelesaikan masalah ini,” pinta sang Putri. “Baiklah, Putriku!” jawab sang Raja penuh keyakinan.
Setelah berpikir sehari-semalam, sang Putri pun menemukan jalan keluarnya. Pada awalnya, sang Putri berniat memilih salah satu dari puluhan pangeran yang melamarnya sebagai suaminya. Namun, niatnya itu ia batalkan setelah memikirkan resikonya. Jika ia memilih satu di antara beberapa pangeran sebagai suaminya, tentu pangeran yang lainnya merasa iri. Hal ini tentu akan menimbulkan pertumpahan darah. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi sang Putri. Ia pun memutuskan untuk mengorbankan jiwa dan raganya. Tekadnya tersebut sudah tidak bisa ditawar lagi. Ia sudah siap merelakan jiwanya demi menghindari terjadinya peperangan yang akan memakan korban yang lebih banyak.
Namun, sebelum melaksanakan niatnya, sang Putri harus melakukan semedi terlebih dahulu. Dalam semedinya, ia mendapat wangsit agar mengundang semua pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20, bulan 10 penanggalan Sasak), bertempat di Pantai Seger Kuta, Lombok Tengah. Semua pangeran yang diundang harus disertai oleh seluruh rakyatnya masing-masing. Mereka harus datang ke tempat itu sebelum matahari memancarkan sinarnya di ufuk Timur.     
Hari yang telah ditentukan tiba. Tampaklah pemandangan yang sangat menarik. Para undangan dari berbagai negeri berbondong-bondong datang ke pantai Seger Kuta. Orang yang datang ribuan jumlahnya. Pantai Seger Kuta bak gula yang dikerumuni semut. Bahkan, banyak undangan yang datang dua hari sebelum hari yang ditentukan oleh sang Putri tiba. Mulai dari anak-anak hingga kakek-nenek datang memenuhi undangan sang Putri di tempat itu. Rupanya mereka sudah tidak sabaran ingin menyaksikan bagaimana sang Putri yang cantik jelita itu menentukan pilihannya.
Pantai Sereg Kuta sudah penuh sesak oleh para undangan. Tak berapa lama, sang Putri yang sudah tersohor kecantikannya itu pun tiba di tempat dengan diusung menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Seluruh undangan serentak memberi hormat kepada sang Putri yang didampingi oleh Ayahanda dan Ibundanya serta sejumlah pengawal kerajaan. Suasana yang tadinya hiruk-pikuk berubah menjadi tenang. Seluruh pasang mata yang hadir tercengang kecantikan wajah sang Putri. Tubuhnya yang dibungkus oleh gaun sutra yang sangat halus itu, menambah keanggunan dan keelokan sang Putri. Para pangeran sudah tidak sabar lagi menanti keputusan dari sang Putri. Masing-masing berharap dirinyalah yang akan dipilih sang Putri. Suasana semakin tegang. Jantung para pangeran berdetak kencang seakan-akan mau copot. 
Tidak berapa lama, sang Putri melangkah beberapa kali, lalu berhenti di onggokan batu, membelakangi laut lepas. Di tempat ia berdiri, Putri Mandalika kemudian menebarkan pandangannya ke seluruh undangan yang jumlahnya ribuan itu. Rasa penasaran para hadirin semakin memuncak. Mereka semakin tidak sabaran ingin mendengarkan kata demi kata keluar dari mulut sang Putri yang menyebutkan salah satu nama dari puluhan pangeran yang ada di tempat itu sebagai pilihan hatinya. 
Setelah pandangannya merata ke arah para undangan yang hadir, sang Putri pun berbicara untuk mengumumkan keputusannya dengan suara lantang dengan berseru, “Wahai, Ayahanda dan Ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai! Setelah aku pikirkan dengan matang, aku memutuskan bahwa diriku untuk kalian semua. Aku tidak dapat memilih satu di antara banyak pangeran. Diriku telah ditakdirkan menjadi Nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya Nyale di permukaan laut.” 
Mendengar keputusan sang Putri tersebut, para hadirin tersentak kaget, termasuk Ayahanda dan Ibundanya, karena sang Putri tidak pernah memberitahukan keputusannya itu kepada kedua orang tuanya. Belum sempat Ayahanda dan Ibundanya berkata-kata, tiba-tiba sang Putri menceburkan diri ke dalam laut dan langsung ditelan gelombang. Bersamaan dengan itu pula, angin bertiup kencang, kilat dan petir pun menggelegar. Suasana di pantai itu menjadi kacau-balau. Suara teriakan terdengar di mana-mana. Sesekali terdengar suara pekikan minta tolong. Namun, suasana itu berlangsung tidak lama. 
Sesaat kemudian, suasana kembali tenang. Para undangan segera mencari sang Putri di tempat di mana ia menceburkan diri. Tidak ada tanda-tanda keberadaan sang Putri di tempat itu. Ia menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Tak lama kemudian, tiba-tiba bermunculan binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak dari dasar laut. Binatang yang berbentuk cacing laut itu memiliki warna yang sangat indah, perpaduan warna putih, hitam, hijau, kuning dan coklat. Binatang itu disebut denganNyale.  
Seluruh masyarakat yang menyaksiksan peristiwa itu meyakini bahwa Nyale tersebut adalah jelmaan Putri Mandalika. Sesuai pesan sang Putri, mereka pun beramai-ramai dan berlomba-lomba mengambil binatang itu sebanyak-banyaknya untuk dinikmati sebagai tanda cinta kasih kepada sang Putri. 

2.2 Pembahasan Cerita

Cerita rakyat di atas merupakan cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu nilai moral yang sangat menonjol dalam cerita di atas adalah sifat rela berkorban. Sifat ini tercermin pada sifat Putri Mandalika ketika ia rela mengorbankan jiwa dan raganya demi menghindari terjadinya peperangan antara beberapa kerajaan yang dapat mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa. Ia lebih memilih mengorbankan jiwanya daripada mengorbankan jiwa orang banyak.
Selain itu, cerita rakyat di atas juga merupakan cerita yang telah melegenda di kalangan masyarakat Lombok Tengah yang menceritakan tentang asal-mula upacara atau pesta Bau Nyale (menangkap cacing), terutama di kalangan masyarakat suku-bangsa Sasak. Hingga kini, masyarakat setempat menyelenggarakan upacara Bau Nyale setiap setahun sekali, yaitu antara bulan Februari dan Maret.
Upacara Bau Nyale ini telah menjadi salah satu daya tarik yang banyak ditunggu-tunggu oleh para wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah menjadikan upacara Bau Nyale ini sebagai aset budaya yang penyelenggaraannya telah menjadi koor event kegiatan budaya nasional.
Tradisi upacara Bau Nyale yang diwariskan secara turun-temurun oleh suku Sasak ini sudah ada sebelum abad ke-16 Masehi. Pada saat acara Bau Nyale akan dilangsungkan, sejak sore hari masyarakat setempat    beramai-ramai menangkap Nyale si sepanjang pesisir Selatan Pulau Lombok, terutama di Pantai Seger Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Sejak berkembangnya pariwisata, khususnya wisata pantai di Lombok, upacara Bau Nyale selalu dirangkaikan dengan berbagai kesenian tradisional seperti Betandak (berbalas pantun), Bejambik (pemberian cendera mata kepada kekasih), sertaBelancaran (pesiar dengan perahu), dan tidak ketinggalan pula pementasan drama kolosal Putri Mandalika. Upacara Bau Nyale tersebut biasanya dihadiri oleh para pejabat daerah setempat hingga Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan bahkan tidak sedikit yang datang dari Jakarta.
Upacara Bau Nyale sudah menjadi tradisi masyarakat setempat yang sulit untuk ditinggalkan, sebab mereka meyakini bahwa upacara ini memiliki tuah yang dapat mendatangkan kesejahteraan bagi yang menghargainya dan mudarat (bahaya) bagi orang yang meremehkannya.
Menurut keyakinan masyarakat Sasak, Annelida[2] laut yang sering juga disebut cacing palolo (Eunice Fucata) ini dapat membawa kesejahteraan dan keselamatan, khususnya untuk kesuburan tanah pertanian agar dapat menghasilkan panen yang memuaskan. Nyale yang telah mereka tangkap di pantai, biasanya mereka taburkan ke sawah untuk kesuburan padi. Selain itu, Nyale tersebut mereka gunakan untuk berbagai keperluan seperti santapan (Emping Nyale), lauk-pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Secara ilmiah, cacing Nyale yang pernah diteliti mengandung protein hewani yang sangat tinggi. Di samping itu, Dr. dr. Soewignyo Soemohardjo dalam penelitiannya menemukan bahwa cacing Nyale dapat mengeluarkan suatu zat yang sudah terbukti mampu membunuh kuman-kuman.
Secara sosial-budaya, berdasarkan sebuah survey di kalangan petani Lombok Tengah, bahwa 70,6 persen responden yang membuang daun bekas pembungkus Nyale (daun pembungkus pepes Nyale) ke sawah dapat menambah kesuburan tanah dan meningkatkan hasil pertanian penduduk setempat. Di samping itu, masyarakat setempat juga meyakini bahwa apabila banyak Nyale yang keluar, hal itu menandakan pertanian penduduk akan berhasil.
Namun yang terpenting dalam kegiatan Bau Nyale ini adalah fungsi solidaritas dan kebersamaan dalam kelompok masyarakat di Lombok Tengah yang terus mereka pertahankan, di samping melestarikan nilai-nilai tradisional dan budaya daerah mereka. (SM/sas/37/10-07)

2.3 Hubungan Manusia dan Kebudayaan

Bau Nyale merupakan upacara budaya khas masyarakat Lombok yang biasa digelar di Pantai Kuta, Seger dan Selong Belanak. Tahun 2015 yang lalu pelaksanaannya dipusatkan di Pantai Seger, Pujut, Lombok Tengah. Dalam bahasa Lombok, kata bau artinya menangkap, sedangkan nyale merupakan hewan sejenis cacing laut. Hewan laut ini unik karena hanya ada setahun sekali dan muncul di sepanjang pesisir selatan pulau Lombok. Nyale dapat diperoleh pada sekitar hari ke 19 - 20 bulan kesepuluh dan kesebelas awal tahun Penanggalan Sasak. Hal ini ditandai dengan munculnya bintang Rowot.
Menurut kalender penanggalan suku Sasak, bulan kesatu dimulai pada 25 Mei dan banyaknya hari dalam satu bulan adalah 30 hari. Penentuan tanggal bau Nyale (Menangkap Cacing Nyale) ditentukan berdasarkan penanggalan Sasak tersebut sekaligus hasil dari kesepakatan para tokoh adat.

Pesta rakyat digelar untuk mengenang kisah Putri Mandalika, putri raja Lombok yang berparas cantik jelita. Kecantikannya yang tersohor terkenal hingga negeri seberang. Keanehan yang terjadi pada diri putri Mandalika, setiap pangeran yang datang melamar tak satupun ia tolak. Ini dilakukan karena Putri Mandalika karena tidak ingin terjadi pertumpahan darah karena memperebutkan dirinya.
Para pangeran tidak bisa menerima keputusan sang putri yang menerima semua lamaran para pangeran, atas kesepakatan sang Putri dengan keluarga Kerajaan, Putri Mandalika lalu mengadu kekuatan para pangeran di sebuah arena pertarungan berupa Presean. Siapa yang menang di arena Presean ini lah yang nantinya berhak mempersunting sang Putri. Pertumpahan darah hampir terjadi dan Putri Mandalika menjadi sedih, lalu ia memutuskan untuk tidak menerima lamaran dari semua pangeran dan meminta waktu untuk berfikir matang.
Presean (c) kelilingnusantara.com
Dalam kegalauan dan kegundahannya, sang putri bersemedi dan mendapat wangsit agar ia mengorbankan jiwa dan raganya hanya demi rakyatnya. Dalam wangsit tersebut, sang putri diberikan perintah untuk mengundang semua pangeran dan seluruh rakyat Lombok pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak untuk datang ke pantai Seger Kuta, Lombok.
Pada hari yang ditunggu dan semua pangeran dan rakyat berkumpul, sang putri berkata bahwa dia lebih memilih untuk mengorbankan diri kepada rakyak-nya dan akan menjadi Cacing Nyale yang dapat dinikmati oleh semua orang pada bulan dan tanggal tersebut. Tidak lama setelah berbicara sang putri menceburkan diri kedalam laut dan langsung ditelan gelombang. Setelah petir dan angin bertiup kencang, pantai kembali tenang lalu muncul hewan berbentuk cacing laut yang berwarna warni sangat indah. Binatang laut yang berwarna warni ini lantas disebut dengan sebutan Nyale.
Cacing Nyale. Photo by @ekafitriani_
Pada umumnya masyarakat Lombok meyakini bahwa mendapatkan Nyale berhubungan dengan kesejahteraan, keselamatan serta kehidupan yang lebih baik. Seperti hal-nya masyarakat Yogyakarta ketika berusaha mendapatkan benda-benda gunung Grebeg, masyarakat Surakarta yang berusaha memperoleh kotoran Kerbau Kyai Selamet dan kepercayaan kepercayaan di daerah lainnya.
Masyarakat Lombok juga percaya Nyale bisa menyuburkan tanah sehingga mereka akan mendapatkan panen yang melimpah. Jika jumlah cacing-cacing yang keluar dari laut jumlahnya banyak, maka pertanian yang mereka olah akan mendapatkan hasil yang baik juga.
Cacing Nyale yang ditangkap di bibir pantai kemudian ditaburkan sebagian ke sawah dan sisanya di olah menjadi lauk pauk, berupa pepes, sambal nyale hingga masakan bersantan. Kadang-kadang cacing nyale juga dijadikan sebagai obat beberapa jenis penyakit.
Suasana Pantai Seger di Pagi hari (c) Nandy Photograph
Saat perayaan “Event Bau Nyale” berlangsung, 3 hari menjelang perayaan tersebut bukit Seger Kuta disemuti oleh masyarakat yang menanti tibanya waktu menangkat Nyale. Beberapa rangkaian acara seperti pemilihan putri Mandalika, Karnaval budaya dengan ragam aktifitas budaya akan menghiasai rangkaian acara demi acara “event budaya” ini. Selain itu mereka juga berhasrat untuk menyaksikan pertandingan Presean, dua petarung dari dua desa yang akan beradu ketangkasan dengan bilah rotan dalam 4 ronde.
Pementasan Drama Kolosal Putri Mandalika (c) magazine.happyholiday.travel
Kemudian di malam hari hingga dini hari, bibir pantai dan bukit bukit sekitar Bukit Seger akan tampak penuh sesak dan meriah oleh kelap kelip lampu lampu senter dan perkemahan para penduduk.
Pagi hari sekitar pukul 04.00 masyarakat akan berbondong-bondong turun ke laut yang surut, menyemut hingga 200 meter ke arah laut, berusaha dan berlomba-lomba menangkap nyale di sepanjang Pantai.

Ketika semburat merah di ufuk timur muncul, maka masyarakat pun mulai beringsut kembali ke darat. Mereka harus menyudahi aktifitasnya, karena air laut mulai pasang dan juga cacing nyale sudah mulai menghilang. Hari itu apapun dan seberapapun banyak Nyale yang mereka peroleh, itulah rejeki mereka.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
     Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ternyata kebudayaan Indonesia sangat beraneka ragam selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun juga ternyata dapat menjadi icon bagi masyarakat NTB bahwa primitifitas atau adat istiadat asli peninggalan nenek moyang itu harusnya bisa menjadi treadceneter dan suatu kebanggan bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis lokal maupun dari luar negri untuk di adikan bahan observasi.            
      
      Di setiap daerah pun memiliki budaya yang berbeda beda. Kita sebagai manusia tidak dapat terlepas dari kebudayaan karena dimana kita tinggal disitu pula terdapat kebudayaan. Kebudayaan sendiri memiliki wujud dan orientasi nilai budaya.


DAFTAR PUSTAKA


  • Anonim. “Atraksi Budaya: Bau Nyale”, (http://lalu.sasak.org/?p=21), diakses tanggal 25 Oktober 2007)
  • Anonim. “Bau Nyale di Lombok Tengah,” (http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg164551.html, diakses tanggal 25 Oktober).
  • Anonim. “Kabupaten Lombok Tengah”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lombok_Tengah, diakses tanggal 25 Oktober 2007).
  • Anonim. “Upacara Bau Nyale”, (http://wirangpatut.blogspot.com/2007/06/upacara-bau-nyale, diakses tanggal 28 September 2007). 
  • Anonim. 2006. “Pantai Mandalika dan Tanjung A‘an Lombok Tengah”, (http://memoryindonesia.blogspot.com/2006/12/pantai-mandalika-dan-tanjung-aan-lombok.html, diakses tanggal 25 Oktober 2007).
  • Khafid, Supriyanto. “Bau Nyale di Lombok Tengah”, (http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg164551.html, diakses tanggal 25 Oktober 2007. 
  • -------, “Dongeng Bau Nyale Tradisi Syukuran di Pantai Seger”, (http://www.korantempo.com/news/2004/2/11/Nusa/33.html, diakses tanggal 26 Oktober 2007).
  • Yuliandari, Rini Dwi. 2001. “Kabupaten Lombok Tengah”, (http://bankdata.depkes.go.id/kompas/Kabupaten%20Lombok%20Tengah.pdf, diakses tanggal 25 Oktober 2007).


1 komentar:

  1. Casino - Bracket betting guide for your chance to win
    The Casino is a unique casino that has been around for over a https://tricktactoe.com/ decade. It 메이피로출장마사지 has managed bsjeon to offer kadangpintar great games such as Blackjack, Roulette and deccasino Video Poker,

    BalasHapus

Tulisan 3

Analisis PR Bukalapak.com Public Relations  di sini berperan penting sebagai mediator. Bukalapak.com memposisikan seorang  Public...